12.12 di depan mata

[Kelak] Anakku Tidak Perlu Sekolah

Mungkin ini terdengar gila dan ngawur, tapi kenyataanya untuk saat ini aku ingin seperti itu adanya. Aku ingin kelak ketika anakku sudah lahir dan tentunya sudah tumbuh gede seumuran anak-anak pada umumnya yang dimasukan oleh orang tuanya ke sekolah, aku justru ingin anakku tidak perlu sekolah. 

Meskipun terdengar ngawur dan gila, nyatanya aku memang sudah memikirkan hal ini sejak sebelum aku menikah. Ini semua berdasarkan apa yang aku alami dan aku amati ketika aku menjadi guru yang tentunya adalah guru di sekolah bukan guru ngaji atapun guru les-les-an. Belum lagi pengalaman yang aku dapatkan di luar sekolah bisa menguatkan apa yang aku inginkan ini, yaitu tidak menyekolahkan anakku. 

Bersama buah hati via unsplash

Meskipun demikian setelah aku menikah dan diskusi soal hal ini dengan istriku, istriku juga memberikan sedikit dukungan dengan ide gilaku ini, tapi tetap saja istriku ingin kelak anak kita sekolah, setidaknya agar anak kita kelak mendapatkan banyak teman di sekolah. 

Kalo aku perhatikan keinginan istriku di atas, yaitu anak sekolah agar punya banyak teman, itu artinya istriku tidak menuntut sang anak untuk menjadi pintar seperti keinginan orang tua pada umumnya. Apalagi anak yang dituntut harus pintar dan mampu di semua mata pelajaran, duh kasihan. Istriku hanya bilang anak kita harus sekolah agar ia punya banyak teman, kasihan kalau hanya di rumah nanti temannya cuma satu kampung doang. 

Aku pikir benar juga kata istriku, aku kok sebelumnya tidak pernah kepikiran soal itu ya. Selama ini yang aku pikirkan soal anak tidak perlu sekolah adalah karena memang tanggung jawab untuk mendidik itu adalah tanggung jawab orang tua bukan tanggung jawab guru. Apalagi rumah adalah sekolah pertama sang anak sedangkan orang tua adalah guru pertama bagi seorang anak, yang mana kelak anak akan jadi seperti apa, sudah sepatutnya rumah memiliki pengaruh lebih besar dari pada sekolah.
Mendidik anak itu adalah tanggung jawab orang tua bukan tanggung jawab guru"
Meskipun aku tidak ingin anakku sekolah, namun aku akan tetap memberikan kebebasan kepada mereka untuk memilih jalan hidup mereka dan tentu saja mereka harus bertanggung jawab atas pilihan hidup mereka itu. Kelak kalau mereka memilih untuk sekolah mereka harus tahu bahwa di sekolah mereka dituntut untuk mampu dan pinter di semua mata pelajaran, dan juga mereka harus diselipin sesuai dengan aturan yang ada di sekolah. 

Ketika mereka memilih untuk sekolah maka aku tidak akan membela mereka bila mereka dihukum oleh guru karena melakukan kesalahan. Aku tidak ingin seperti orang tua-orang tua yang merasa bahwa anak mereka di sekolah dihukum tidak manusiawi dengan dipukul oleh guru mereka. Aku justru akan mendukung sang guru bila kelak anakku dihukum karena melakukan kesalahan yang memang pantas mendapatkan hukuman. 

Menurutku sekolah bukanlah satu-satunya tempat buat anakku untuk belajar apalagi menerima pendidikan. Sekolah hanya satu dari sekian banyak tempat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan juga pendidikan.

Aku juga tidak terlalu ingin kerja yang membuatku harus jauh dari keluarga, bahkan aku lebih senang tidak usah kerja tapi uanglah yang bekerja untukku. Hal ini sudah sedang aku pelajari dan aku praktikan dengan cara berinvestasi di saham. Aku ingin seperti Leng Kheng Hong yang tidak punya kerjaan, tidak punya kantor dan tidak perlu pergi keluar rumah untuk menghasilkan miliaran rupiah. 

Menurutku inilah cara menghasilkan uang dengan cerdas tanpa harus kerja keras membanting tulang hingga kelelahan bahkan sampai mati-matian. Aku pikir dengan cara berinvestasi di saham adalah salah satu cara agar aku bisa tetap dekat dengan keluarga khususnya anak dangan terus memberikan pendidikan secara langsung kepada mereka. Meskipun tidak keja, tapi kebutuhan akan konsumsi tetap terpenuhi dengan cara investasi di pasar saham tadi. 

Itulah tujuan utama kenapa aku tidak ingin anakku sekolah, aku ingin dekat dan tau perkembangan anak-anakku kelak. Aku tidak mau kehilang momen pertumbuhan mereka hingga mereka siap untuk lepas dari kami selaku orang tuanya.