Kehidupan Yesus di Mata Sutradara Muslim Iran
“Ini Yesus,” kata seorang pria.
Yesus, yang ditunjuk pun duduk di samping kawannya, Nader Talebzadeh. Nader ialah sutradara Iran yang saat ini membesut film “Jesus Spirit of God”, film terbaru bertema kisah hidup Isa Al Masih dalam versi Islam. Tokoh yang oleh umat Nasrani dipercaya sebagai messiah, anak Tuhan yang disiksa kaum Judah dan pengabar kedatangan Muhammad sebagai utusan terakhir, diperankan oleh Ahmad Soleimani-Nia, pria yang dipanggil Yesus tadi, ketika sang sutradara mengenalkan aktor utamanya kepada publik
“Saya berdoa untuk umat Kristiani. Mereka salah memahami. Suatu hari, mereka akan menyadari kebenaran cerita yang sesungguhnya,” ujar Nader saat diwawancarai oleh Los Angeles Times, April silam. Kini film Nader telah mengikuti seleksi di beberapa festival film Internasional dan dipasarkan secara meluas.
Untuk menggarap film Jesus Spirit, Nader mengaku mengambil acuan dari naskah Al Qur’an dan ajaran Barnabas-yang oleh banyak pelajar Barat dianggap sekedar dongeng fabel era pertengahan. Premis yang diusung dalam film ini bisa ditebak, Yesus ialah penyebar kasih sayang dengan mukjizat keajaiban, tapi tidak mati disalib dan tidak bangkit dari kematian. Nader memang ingin memberi pesan, jika Kristen, kepercayaan yang dianut lebih dari 2 milyar umat dan inti dari mayoritas filosofi barat ialah berdasar hal yang salah.
Nader yang tumbuh di Iran saat pemerintahan Shah Mohammed Reza Pahlevi menuturkan jika di tahun 1970 dirinya hijrah ke Amerika dan menimba ilmu di American University, Washington, DC dan Colombia University, New York. Ia mengaku menyaksikan momen-momen protes anti perang terhadap Vietnam dan mundurnya Richard Nixon, di Negara Paman Sam tersebut
Saat itu Iran masih menjadi sekutu Amerika. Status berubah di tahun 1979, ketika Ayatollah Ruhollah Khomeini memimpin revolusi Islam dan menempatkan ulama di pucuk pimpinan serta sempat menyandera 52 warga Amerika selama 444 hari.
“Saya kembali ke Iran dengan perasaan bahwa ada salah paham yang besar dari Barat tentang negara saya. Iran dipropaganda hitam,”ujar Nader
“Jika ada satu hal yang ingin saya lakukan dalam hidup ialah membuat film ini,” ungkap sutradara yang memenangkan penghargaan Dialog Antar Kepercayaan di Religion Today Film Festival, Italia, 2007 silam. “Saya tidak berkata Yesus tidak disalib. Tuhan yang melakukan. Itu semua ada di Al Qur’an. Film ini dibuat dengan keyakinan. Saya mencoba membuatnya seindah yang saya bisa,” imbuhnya
Ia sendiri berharap jika film 35-milimeter besutannya mampu memulai dialog antar agama. "Kita harus bergabung bersama dalam dunia informasi serba cepat, tidak untuk memberi pemahaman distorsi. Kita harus berkata, ‘Sudahkah anda melihat pintu ini untuk mengetahui kebenaran tentang Yesus,” ujar Nader
Beberapa warga Amerika telah ‘mengintip’ melalui pintu Nader. Film tersebut telah diputar empat kali di depan publik Amerika dan baru-baru ini diseleksi untuk mengikuti Festival Film Philadelphia, AS. Ia mengatakan jika sebenarnya banyak orang yang menerima dengan pikiran terbuka dan bahkan tergelitik dengan pertanyaan sejarah dan agama yang ditimbulkan
Jesus Spirit ini nyaris dibuat selama sepuluh tahun. Ia keluar saat perdebatan keras retorika antara Washington dan Tehran dan pemisahan antara Islam dan Barat yang telah menghasilkan situs-situs online jihad, bermacam rekaman apokalipse di DVD, editorial kartun Nabi Muhammad, saw, dan terakhir rekaman Osama bin Laden yang menantang Pope Benedict XVI untuk “perang salib baru” melawan Islam.
Sejak dulu agama memang menjadi inti dari ketegangan antara Timur dan Barat. Kondisi tersebut diperparah dengan perang budaya yang lebih luas ketika simbol dan teks suci diserang dan dimanipulasi dalam internet, film dan TV kabel,. Film Belanda terbaru yang diproduksi golongan sayap kanan misalnya, membandingkan Al Qur’an dengan “Mein Kampf” milik Adolf Hitler. Film tersebut menggambarkan Islam sebagai agama kekerasan. Sebagai balasan, blogger asal Saudi memposting video yang menunjukkan jika Injil dapat dimaknai sebagai dokument strategi perang
Nader pun memahami jika Yesus versi filmnya berada di wilayah yang rentan dan sensitif. Seorang blogger Kristen dengan marah menuliskan jika banyak kesalahan dalam pemahaman sang sutradara akan Yesus dan Kekristenan. “Itu hanyalah salah satu propaganda Setan yang tidak memang tidak memiliki tujuan nyata dalam hidup,”
Durasi asli serial sepanjang 1000 menit ini diedit dalam format DVD kasar seharga $5 perkepingnya, dan TV Iran siap menyiarkan. Menyajikan tokoh Isa sebagai nabi yang menyampaikan ajaran agama, bergerak dalam cahaya lembut dan senandung khudus ditengah hiruk-pikuk kaum Bani Israil.
Narasi dan dialog yang disajikan berdasarkan ajaran Islam dan Injil Barnabas, kitab terakhir—yang menurut sutradara—disembunyikan oleh otoritas gereja agar tidak mengganggu stabilitas iman umat Kristen.
Banyak pelajar mempercayai jika gospel atau ajaran Kristen,( tidak termasuk karya kanonik di awal Gereja Katholik) yang ditulis beberapa abad kemudian ialah turunan dari Barnabas. Kitab tersebut memang beririsan dengan cerita-cerita Mathius, Markus, Lukas, Yohannes namun tidak menulis keberadaan Yesus sebagai anak Tuhan.
Cerita Barnabas beresonansi dengan kaum Muslim yang mempercayai ajaran Al Qur’an jika, Isa lahir dari perawan, bukan Tuhan melainkan salah satu dari lima rasul besar.
Dalam film tersebut Nader juga menunjukkan jika Yesus bangkit menuju Surga sebelum prajurit Romawi mendatangi. Judas, salah satu murid Yesus yang berkhianat berubah mirip sang guru dan dialah yang disalib. Berdasar kepercayaan Islam, Yesus saat ini hidup dan akan kembali untuk mengalahkan iblis.
”Barnabas ialah mata rantai yang hilang, dan dunia masih belum siap untuk menerimanya kembali. Itu ialah bagian teks yang harus kita lihat dan kaji pula,” kata Nader,
Nia Sang “Yesus”
Dia ialah Muslim Iran yang sangat mirip dengan imej Yesus versi Hollywood bahkan versi Renaisan. Ahmad Soleimani-Nia telah memerani tokoh Yesus selama tujuh tahun, memelihara rambut dan janggutnya tetap panjang
Melihat raut mukanya, Nia-begitu aktor utama ini kerap disapa-sangat mirip bintang rock tahun 1970-an. Dia tidak pernah berakting sebelumnya, namun kulitnya yang terang dan sudut wajahnya yang tajam bercampur dengan ciri Timur Tengah, mampu menggabungkan estetika Barat dan spirtualitas Timur
Dalam kehidupan nyata, Nia tinggal di Tehran. Dia dulu adalah anggota tentara angkatan darat Iran dan menjadi ahli besi dalam Badan Energi Atom Iran, yang dituduh pemerintah Bush kedok bagi pengadaan senjata. Itu merupakan fakta ironi bagi masyarakat barat khususnya Amerika Serikat
Fakta ini mungkin mengganggu beberapa warga Amerika, terutama dari sayap kanan. Namun sepertinya tidak akan semengganggu pesan yang disampaikan oleh film itu sendiri, yaitu Yesus tidak disalib dan tidak bangkit dari kematian.
“Saya tidak pernah ingat mengapa saya begitu terlibat dengan peran ini,” kata Nia, pria yang lahir di bagian barat Iran dekat wilayah Kurdistan Irak. “Itu bermula ketika saya masih kecil, usia 7 atau 8 tahun. Saya melihat lukisan Leonardo da Vinci ‘Last Supper’ dan saya diidentikkan dengan Yesus. Dia selalu bersama saya sejak itu. Dalam lingkungan saya, dengan rambut panjang dan jenggot tebal, saya dianggap sebagai Yesus,” tuturnya.
Nader si sutradara sendiri sempat melontarkan canda ketika ia tengah mencari pemeran utama namun tak kunjung mendapatkan. Menemukan Nia ternyata berawal dari ketidaksengajaan. Menurut Nader, suatu hari, asistennya menunjuk Nia yang sedang melintas di sebuah jalan dan berteriak. “Aku temukan Yesus mu!”./itz
lihatsumbertulisan
Yesus, yang ditunjuk pun duduk di samping kawannya, Nader Talebzadeh. Nader ialah sutradara Iran yang saat ini membesut film “Jesus Spirit of God”, film terbaru bertema kisah hidup Isa Al Masih dalam versi Islam. Tokoh yang oleh umat Nasrani dipercaya sebagai messiah, anak Tuhan yang disiksa kaum Judah dan pengabar kedatangan Muhammad sebagai utusan terakhir, diperankan oleh Ahmad Soleimani-Nia, pria yang dipanggil Yesus tadi, ketika sang sutradara mengenalkan aktor utamanya kepada publik
“Saya berdoa untuk umat Kristiani. Mereka salah memahami. Suatu hari, mereka akan menyadari kebenaran cerita yang sesungguhnya,” ujar Nader saat diwawancarai oleh Los Angeles Times, April silam. Kini film Nader telah mengikuti seleksi di beberapa festival film Internasional dan dipasarkan secara meluas.
Untuk menggarap film Jesus Spirit, Nader mengaku mengambil acuan dari naskah Al Qur’an dan ajaran Barnabas-yang oleh banyak pelajar Barat dianggap sekedar dongeng fabel era pertengahan. Premis yang diusung dalam film ini bisa ditebak, Yesus ialah penyebar kasih sayang dengan mukjizat keajaiban, tapi tidak mati disalib dan tidak bangkit dari kematian. Nader memang ingin memberi pesan, jika Kristen, kepercayaan yang dianut lebih dari 2 milyar umat dan inti dari mayoritas filosofi barat ialah berdasar hal yang salah.
Nader yang tumbuh di Iran saat pemerintahan Shah Mohammed Reza Pahlevi menuturkan jika di tahun 1970 dirinya hijrah ke Amerika dan menimba ilmu di American University, Washington, DC dan Colombia University, New York. Ia mengaku menyaksikan momen-momen protes anti perang terhadap Vietnam dan mundurnya Richard Nixon, di Negara Paman Sam tersebut
Saat itu Iran masih menjadi sekutu Amerika. Status berubah di tahun 1979, ketika Ayatollah Ruhollah Khomeini memimpin revolusi Islam dan menempatkan ulama di pucuk pimpinan serta sempat menyandera 52 warga Amerika selama 444 hari.
“Saya kembali ke Iran dengan perasaan bahwa ada salah paham yang besar dari Barat tentang negara saya. Iran dipropaganda hitam,”ujar Nader
“Jika ada satu hal yang ingin saya lakukan dalam hidup ialah membuat film ini,” ungkap sutradara yang memenangkan penghargaan Dialog Antar Kepercayaan di Religion Today Film Festival, Italia, 2007 silam. “Saya tidak berkata Yesus tidak disalib. Tuhan yang melakukan. Itu semua ada di Al Qur’an. Film ini dibuat dengan keyakinan. Saya mencoba membuatnya seindah yang saya bisa,” imbuhnya
Ia sendiri berharap jika film 35-milimeter besutannya mampu memulai dialog antar agama. "Kita harus bergabung bersama dalam dunia informasi serba cepat, tidak untuk memberi pemahaman distorsi. Kita harus berkata, ‘Sudahkah anda melihat pintu ini untuk mengetahui kebenaran tentang Yesus,” ujar Nader
Beberapa warga Amerika telah ‘mengintip’ melalui pintu Nader. Film tersebut telah diputar empat kali di depan publik Amerika dan baru-baru ini diseleksi untuk mengikuti Festival Film Philadelphia, AS. Ia mengatakan jika sebenarnya banyak orang yang menerima dengan pikiran terbuka dan bahkan tergelitik dengan pertanyaan sejarah dan agama yang ditimbulkan
Jesus Spirit ini nyaris dibuat selama sepuluh tahun. Ia keluar saat perdebatan keras retorika antara Washington dan Tehran dan pemisahan antara Islam dan Barat yang telah menghasilkan situs-situs online jihad, bermacam rekaman apokalipse di DVD, editorial kartun Nabi Muhammad, saw, dan terakhir rekaman Osama bin Laden yang menantang Pope Benedict XVI untuk “perang salib baru” melawan Islam.
Sejak dulu agama memang menjadi inti dari ketegangan antara Timur dan Barat. Kondisi tersebut diperparah dengan perang budaya yang lebih luas ketika simbol dan teks suci diserang dan dimanipulasi dalam internet, film dan TV kabel,. Film Belanda terbaru yang diproduksi golongan sayap kanan misalnya, membandingkan Al Qur’an dengan “Mein Kampf” milik Adolf Hitler. Film tersebut menggambarkan Islam sebagai agama kekerasan. Sebagai balasan, blogger asal Saudi memposting video yang menunjukkan jika Injil dapat dimaknai sebagai dokument strategi perang
Nader pun memahami jika Yesus versi filmnya berada di wilayah yang rentan dan sensitif. Seorang blogger Kristen dengan marah menuliskan jika banyak kesalahan dalam pemahaman sang sutradara akan Yesus dan Kekristenan. “Itu hanyalah salah satu propaganda Setan yang tidak memang tidak memiliki tujuan nyata dalam hidup,”
Durasi asli serial sepanjang 1000 menit ini diedit dalam format DVD kasar seharga $5 perkepingnya, dan TV Iran siap menyiarkan. Menyajikan tokoh Isa sebagai nabi yang menyampaikan ajaran agama, bergerak dalam cahaya lembut dan senandung khudus ditengah hiruk-pikuk kaum Bani Israil.
Narasi dan dialog yang disajikan berdasarkan ajaran Islam dan Injil Barnabas, kitab terakhir—yang menurut sutradara—disembunyikan oleh otoritas gereja agar tidak mengganggu stabilitas iman umat Kristen.
Banyak pelajar mempercayai jika gospel atau ajaran Kristen,( tidak termasuk karya kanonik di awal Gereja Katholik) yang ditulis beberapa abad kemudian ialah turunan dari Barnabas. Kitab tersebut memang beririsan dengan cerita-cerita Mathius, Markus, Lukas, Yohannes namun tidak menulis keberadaan Yesus sebagai anak Tuhan.
Cerita Barnabas beresonansi dengan kaum Muslim yang mempercayai ajaran Al Qur’an jika, Isa lahir dari perawan, bukan Tuhan melainkan salah satu dari lima rasul besar.
Dalam film tersebut Nader juga menunjukkan jika Yesus bangkit menuju Surga sebelum prajurit Romawi mendatangi. Judas, salah satu murid Yesus yang berkhianat berubah mirip sang guru dan dialah yang disalib. Berdasar kepercayaan Islam, Yesus saat ini hidup dan akan kembali untuk mengalahkan iblis.
”Barnabas ialah mata rantai yang hilang, dan dunia masih belum siap untuk menerimanya kembali. Itu ialah bagian teks yang harus kita lihat dan kaji pula,” kata Nader,
Nia Sang “Yesus”
Dia ialah Muslim Iran yang sangat mirip dengan imej Yesus versi Hollywood bahkan versi Renaisan. Ahmad Soleimani-Nia telah memerani tokoh Yesus selama tujuh tahun, memelihara rambut dan janggutnya tetap panjang
Melihat raut mukanya, Nia-begitu aktor utama ini kerap disapa-sangat mirip bintang rock tahun 1970-an. Dia tidak pernah berakting sebelumnya, namun kulitnya yang terang dan sudut wajahnya yang tajam bercampur dengan ciri Timur Tengah, mampu menggabungkan estetika Barat dan spirtualitas Timur
Dalam kehidupan nyata, Nia tinggal di Tehran. Dia dulu adalah anggota tentara angkatan darat Iran dan menjadi ahli besi dalam Badan Energi Atom Iran, yang dituduh pemerintah Bush kedok bagi pengadaan senjata. Itu merupakan fakta ironi bagi masyarakat barat khususnya Amerika Serikat
Fakta ini mungkin mengganggu beberapa warga Amerika, terutama dari sayap kanan. Namun sepertinya tidak akan semengganggu pesan yang disampaikan oleh film itu sendiri, yaitu Yesus tidak disalib dan tidak bangkit dari kematian.
“Saya tidak pernah ingat mengapa saya begitu terlibat dengan peran ini,” kata Nia, pria yang lahir di bagian barat Iran dekat wilayah Kurdistan Irak. “Itu bermula ketika saya masih kecil, usia 7 atau 8 tahun. Saya melihat lukisan Leonardo da Vinci ‘Last Supper’ dan saya diidentikkan dengan Yesus. Dia selalu bersama saya sejak itu. Dalam lingkungan saya, dengan rambut panjang dan jenggot tebal, saya dianggap sebagai Yesus,” tuturnya.
Nader si sutradara sendiri sempat melontarkan canda ketika ia tengah mencari pemeran utama namun tak kunjung mendapatkan. Menemukan Nia ternyata berawal dari ketidaksengajaan. Menurut Nader, suatu hari, asistennya menunjuk Nia yang sedang melintas di sebuah jalan dan berteriak. “Aku temukan Yesus mu!”./itz
lihatsumbertulisan
Tags:
Pendidikan