Pagi tadi,
Saat berangkat kerja
Seperti biasanya aku berangkat kerja mengendarai sepeda motorku yang sudah tua dan kotor karena belum sempat aku cuci dan service. Kendaraan, motorku tepatnya aku pacu dengan kecepatan antar 50-60KM/jam, karena memang pagi itu jalan masih rame dan jam sudah menunjukan hampir pukul 6.30WIB, so aku harus buru-buru sampe ke sekolahan. Aku ada jadwal ngajar pagi hari ini jadi setelah sarapan di warung langgananku dan sempatkan menghisap sepuntung rokok untuk membuang bau mulut hasil pengunyahan makanan di warung itu.
Perjalanan aku lanjutkan setelah selesai makan dan menghisap sepuntung rokok sisa tiga hari yang lalu. Saatt di tengah perjalan, tepatnya di daerah yang bernama Sampangan, sebuah daerah yang lebih rendah dari pada Sekaran. Sekaran sendiri adalah sebuah daerah dimana Universitas Negeri Semarang (UNNES) berada dan selain cabang unnes yang ada di daerah Ngaliyan, Tegal, dan Sampangan sendiripun ada kampus UNNES pascasarjana.
Saat di sampangan inilah aku melihat di kiri jalan tempat aku lewat dengan motorku seorang anak yang aku kenal. Ya, aku memang kenal dengan wajah itu, apalagi jaket yang dia kenakan, itu jaket yang sama dengan yang dikenakan oleh murid-muridku di kelas satu.
Memang benar dan aku tidak salah lagi itu jaketnya muridku kelas satu, dan wajah yang mengenakan jaket itu pun aku mengenalinya dengan jelas, itu si ***** muridku yang mukanya rada oriental, sepertinya dia sedang menunggu jemputan datang untuk berangkat ke sekolahan, karena di tangannya dia memegang sebuah helm hitam dan menghadapkan wajah ke arah dari mana aku berangkat.
Tapi, mungkin juga dia sedang menunggu angkot untuk berangkat ke sekolahan.
Entahlah, aku gak tau dia sedang menunggu jemputan teman atau saudaranya yang mengantarkan atau sedang menunggu angkot.
Saat itulah aku berpikir untuk mengajaknya berangkat bareng (bonceng) aku ke sekolahan, itulah yang dikatkan sang hati kepada diriku saat melihat si ***** yang berdiri menunggu di pinggir jalan.
Tapi yang menyebalkan selalu saja sang otak mengajakku untuk berfikir mending gak usah aja ah, kali aja dia sudah janjian dengan temennya atau mungkin juga dia sedang menunggu saudaranya yang beli sesuatu di toko, atau juga mungkin dia sudah ijin gak berangkat ke sekolahan karena ada tugas dari sekolah untuk ikut lomba atau apapun itu namanya, itulah yang otak lakukan ketika si hati mengajak diriku untuk menolong orang yang mungkin, bukan mungkin tapi pasti sudah satu arah untuk berangkat ke sekolahan.
Akhirnya, diriku pun tidak jadi untuk mengajak si ***** berangkat bersama dengan diriku ke sekolahan. Di jalan aku terus merenung, kenapa aku tidak mengajak muridku itu berangkat bareng ke sekolahan ? apa mungkin dia sedang menunggu jemputan ataukah sedang menunggu angkot ke sekolahan ? sepanjang perjalanan berangkat ke sekolahan itulah aku terus berfikir dan menyesal. Menyesal karena kenapa aku tidak mengajaknya saja berangkat ke sekolahan, toh aku hanya ingin mengajak dia berangkat bareng, kalapun dia menolak ya gak masalah, aku juga gak mau maksa. Otak dan hati ku saling bertentangan dan berdebat selama perjalanan ke sekolahan pagi tadi.
Hingga akhirnya aku menyimpulkan, mungkinkah kalau kita mau menolong, membantu atau beramal otak itu gak perlu diikut campurkan untuk berfikir macem-macem. Cukup hati saja yang bertindak untuk melaksanakan niat berbuat baik itu. Begitulah yang terjadi hingga akhirnya aku sampai di sekolahan hatiku masih saja merasa bersalah kenapa tadi tidak mengajak si ***** berangkat bareng sama aku ya ?
Menyesal rasanya kalau mau berbuat baik tapi otak selalu berusaha untuk memikirkan sebab dan akibatnya, ataukah memang seperti itulah tugas sang otak? silahkan cari jawabannya. ^_* . Akhirnya pun aku berdo'a "Ya Allah berikan aku kesempatan seperti tadi, kesempatan untuk menolong, membantu dan beramal baik lebih banyak lagi dari pada kesempatan yang telah hilang tadi, amin"
0 comments
Barangkali ada kekurangan dari tulisan ini silahkan tambahkan di kolom komentar untuk berdiskusi.